AyatAlkitab: AYUB 33:14-18 33:14 Karena Allah berfirman dengan satu dua cara, tetapi orang tidak memperhatikannya. 33:15 Dalam mimpi, dalam penglihatan waktu malam, bila orang nyenyak tidur, bila berbaring di atas tempat tidur, 33:16 maka Ia membuka telinga manusia dan mengejutkan mereka dengan teguran-teguran 33:17 untuk menghalangi manusia dari pada perbuatannya, dan melenyapkan kesombongan
ketikapernyataan pastoral dikeluarkan, maka si penolak lgbt menolak apapun argumentasi dari pihak yang mendukung pernyataan pastoral mph pgi dengan menggunakan ayat-ayat alkitab, memaki mph pgi yang ada (sudah bawa ayat alkitab, memaki lagi), bahkan ada juga pernyataan yang meminta mph pgi untuk mundur dari jabatannya serta mencabut pernyataan
Adayang menyebut kalau PGI mendukung LGBT, ada yang mengatakan kalau PGI tidak tegas, bahkan sampai ada yang mengusulkan mengganti MPH PGI. Hanya saja, PGI meminta untuk Gereja melakukan interpretasi dan penafsiran ulang teks Alkitab berkenaan dengan LGBT. Dalam surat pernyataan ini, PGI bahkan memberikan contoh ayat-ayat yang
MelakukanLGBT sama dengan melupakan pencipta kita dan bahkan karena itu Tuhan menyerahkan manusia kepada hawa nafsu dan semakin sesat. 8# Ibrani 13:4 Hendaklah kamu semua penuh hormat terhadap perkawinan dan janganlah kamu mencemarkan tempat tidur, sebab orang-orang sundal dan pezinah akan dihakimi Allah.
Alkitabadalah Kitab Suci, bukan dokumen yang bisa diubah manusia. Bila pendukung LGBT menggunakan ayat-ayat Alkitab sebagai dasar pertimbangannya adalah kekeliruan. Baca juga: Refleksi Awal Tahun, PGI: Radikalisasi dan Terorisme Masih Bayangi Perjalanan Bangsa. Charles Kimball mengutip Shakespeare yang mengatakan : "Setan pun bisa mengutip
301Moved Permanently . The document has been permanently moved to here.
Yangdirevisi itu terjemahannya kok. dulu ada versi King James. Karena bahasa Inggris berkembang dan banyak vocab yang ketinggalan jaman, dibuatlah New King James Version. Lagipula Paus mendukung LGBT supaya memiliki hak yang sama sebagai manusia. Bukan 'mendukung' dalam artian tidak lagi dipandang sebagai dosa di gereja Katolik Roma.
Empedu(Matius 27:34) - "Lalu mereka memberi Dia minum anggur bercampur empedu. Setelah Ia mengecapnya, Ia tidak mau meminumnya." Mur (Markus 15:23) - "Lalu mereka memberi anggur bercampur mur kepada-Nya, tetapi Ia menolaknya."; Empedu adalah cairan yang diambil dari hati. Dalam bahasa Alkitab, ia dipakai untuk melukiskan kepahitan roh (Kisah Para Rasul 8:23; Ratapan 3:19).
CintaiTetangga Anda. Bullying bertentangan dengan segala sesuatu di Alkitab. Kami dipanggil untuk kebaikan. Kita diminta untuk bersikap ramah dan saling memperhatikan satu sama lain, jadi sebaliknya, orang lain hanya sedikit menunjukkan kasih Tuhan kepada satu sama lain: 1 Yohanes 3:15. Jika Anda saling membenci, Anda adalah pembunuh, dan kami
Alkitabterdiri dari beberapa kitab, injil, dan berbagai ayat di dalamnya, salah satunya adalah kitab Yeremia 31 : 31 -34. Didapatkan kesimpulan tentang mengenal Tuhan lebih dalam lagi bukan lagi menjadi Tuhan bangsa israel dan menyiratkan bahwa akan datangnya Juruselamat ke Bumi untuk menebus segala dosa yang telah dilakukan oleh manusia.
cImca0W. Artikel ini membahas tentang ayat-ayat Alkitab yang menentang homoseks, baik di Perjanjian Lama maupun di Perjanjian Baru. Ada banyak ayat Alkitab yang menentang homoseks. Isu LGBT Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender bukan lagi hal yang asing bagi kita saat ini. Isu ini bukan hanya ada di luar negeri, di Indonesia pun sudah ramai dibicarakan serta menimbulkan pro-kontra di masyarakat. Hal ini terutama setelah kaum homoseksual mulai berani menunjukkan jati diri mereka serta menuntut hak-hak mereka dihormati. Baca juga 10 Fakta Tentang Poligami Menurut Alkitab Di kalangan gereja sendiri isu homoseks masih menjadi tantangan tersendiri. Pada umumnya gereja menolak keberadaan homoseks, namun sebagian gereja justru menerimanya dengan alasan Hak Azasi Manusia. Juga, karena mereka merasa Alkitab tidak menolak keberadaan kaum homoseks. Bagaimanakah sebenarnya pandangan Alkitab terhadap homoseks ini? Bagaimana seharusnya pandangan Gereja terhadap homoseks? Atau bagaimana homoseks menurut pandangan Kristen seharusnya? Apakah ayat-ayat Alkitab menentang LGBT? Baca juga 7 Dosa Perzinahan Terbesar Di Alkitab Jika kita teliti, maka jelas kita akan menyimpulkan bahwa Alkitab secara tegas menolak LGBT. Jika kita perhatikan, ada sekitar dua puluh bagian atau ayat-ayat Alkitab yang menentang LGBT, khususnya yang berkaitan dengan homoseksual/gay cinta sesama laki-laki dan lesbian cinta sesama perempuan. Baca juga 25 Tokoh Alkitab Yang Berpoligami Kedua puluh ayat-ayat Alkitab yang menentang homoseks tersebut terdapat baik dalam Perjanjian Lama maupun dalam Perjanjian Baru. Dalam artikel kali ini akan dibahas sepuluh di antaranya, yakni ayat-ayat Alkitab yang lebih tegas dalam menentang homoseks. Berikut kesepuluh ayat-ayat Alkitab yang menentang LGBT/homoseks tersebut. 1. Rancangan Tuhan Dalam Penciptaan Manusia Ayat Alkitab pertama yang menentang homoseks adalah Kejadian 127-28. Ayat-ayat ini memang tidak secara tegas menolak LGBT, bahkan masalah LGBT sedikit pun tidak disinggungnya. Namun demikian, makna ayat-ayat ini menyimpulkan demikian. Dalam ayat-ayat ini dengan jelas disebutkan bahwa Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan, dan bahwa mereka diberkatiNya serta diperintahkanNya untuk beranak cucu dan bertambah banyak. Jadi Tuhan hanya memberkati laki-laki dengan perempuan, bukan memberkati laki-laki dengan laki-laki atau perempuan dengan perempuan. Dalam Kejadian 218 juga dengan jelas disebutkan bahwa Tuhan menciptakan pasangan yang sepadan dengan Adam. Dan yang diciptakanNya bagi Adam adalah Hawa, seorang perempuan. Hal ini berarti bahwa sesuai rencana Tuhan, pasangan yang sepadan bagi seorang laki-laki adalah perempuan, bukan laki-laki. Dan pasangan yang sepadan bagi seorang perempuan adalah laki-laki, bukan perempuan. 2. Kisah Pemusnahan Sodom Dan Gomora Ayat Alkitab kedua yang menentang homoseks adalah kisah Sodom dan Gomora. Sodom dan Gomora adalah dua kota yang terkenal karena dosa mereka yang besar di hadapan Tuhan. Karena itulah Tuhan bermaksud untuk memusnahkan kedua kota tersebut. Abraham bersyafaat bagi kota ini agar Tuhan tidak memusnahkannya, apalagi Lot, saudara Abraham, tinggal di kota Sodom. Tuhan berjanji tidak akan memusnahkan kota Sodom jika di kota itu didapatiNya 10 orang saja orang benar. Tetapi di kota itu ternyata tidak ada 10 orang benar. Hanya Lot dan keluarganya hanya 4 jiwa yang boleh dikatakan orang benar. Itulah akhirnya yang membuat Tuhan memusnahkan kota itu, tetapi Ia menyelamatkan Lot sekeluarga. Tidak dijelaskan secara eksplisit di Alkitab apa dosa terbesar kota Sodom dan Gomora. Namun dari kisah tentang dua malaikat yang bertamu ke rumah Lot dapat disimpulkan bahwa dosa Sodom dan Gomora adalah masalah homoseksual. Tuhan mengutus dua orang malaikatNya dalam wujud laki-laki untuk menyelidiki keadaan kota Sodom. Ketika mereka tiba di Sodom, mereka diterima oleh Lot dan diberi tumpangan di rumahnya. “Tetapi sebelum mereka tidur, orang-orang lelaki dari kota Sodom itu, dari yang muda sampai yang tua, bahkan seluruh kota, tidak ada yang terkecuali, datang mengepung rumah itu. Mereka berseru kepada Lot Di manakah orang-orang yang datang kepadamu malam ini? Bawalah mereka keluar kepada kami, supaya kami pakai mereka.” Kejadian 194-5 Kata yang diterjemahkan “pakai” dalam ayat di atas berasal dari kata Ibrani, “yada”, yang berarti hubungan seksual. Kata ini juga dipakai ketika Adam menghampiri Hawa, yang punya makna hubungan seksual Kejadian 41. Jadi para lelaki di kota Sodom memaksa untuk melakukan hubungan seksual dengan dua malaikat laki-laki yang datang ke rumah Lot tetapi gagal. Di sini para malaikat itu tidak butuh lagi bukti dosa-dosa Sodom dan Gomora, mereka sudah mengalaminya sendiri. Kemudian kedua malaikat itu segera melarikan keluarga Lot keluar dari kota Sodom. Lalu Tuhan memusnahkan kota Sodom dan Gomora dengan menurunkan hujan belerang dan api Kejadian 191-28. Dari kata Sodom inilah berasal istilah “sodomi”, yang artinya hubungan seksual sesama laki-laki. Baca 10 Hukuman Tuhan Terbesar Di Alkitab 3. Larangan Tegas Terhadap Persetubuhan Sesama Laki-laki Ayat Alkitab selanjutnya yang menentang homoseks terdapat dalam perintah Tuhan kepada orang Israel, umat pilihanNya. Tuhan memberi perintahNya kepada orang Israel, “Janganlah engkau tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, karena itu suatu kekejian.” Imamat 1822 Tuhan melarang umatNya melakukan hubungan seksual sesama laki-laki. Para lelaki dilarang untuk berhubungan seksual sebagaimana mereka melakukannya dengan perempuan istri mereka. Ini adalah ayat yang sudah sangat jelas tentang larangan berhubungan seksual dengan sesama jenis, sesama laki-laki. Alasannya adalah karena hal itu suatu kekejian bagi Tuhan. Melakukan hubungan seksual di antara laki-laki adalah kebiasaan bangsa Kanaan, sehingga mereka Tuhan lenyapkan dari negeri mereka dan memberikannya kepada bangsa Israel. Karena itu orang Irael tidak boleh meniru kelakuan bejat bangsa Kanaan itu agar mereka pun jangan dimusnahkanNya dari negeri itu Imamat 1824-30. 4. Hukuman Mati Bagi Para Homoseksual Ayat Alkitab berikutnya yang menentang homoseks khususnya homoseksual, adalah hukumannya yang keras terhadap para pelaku homoseksual. Kepada umat pilihanNya, Israel, Tuhan kembali menegaskan bahwa, ”Bila seorang laki-laki tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, jadi keduanya melakukan suatu kekejian, pastilah mereka dihukum mati dan darah mereka tertimpa kepada mereka sendiri.” Imamat 2013 Sama seperti ayat di atas, ayat ini juga sudah sangat jelas dalam melarang praktek homoseksual. Bahkan hukumannya juga secara jelas disebutkan hukuman mati! Di Perjanjian Lama, tidak semua dosa diganjar dengan hukuman mati, hanya dosa-dosa yang dianggap masuk kategori “dosa berat”. Dosa-dosa yang bisa diganjar dengan hukuman mati di Israel antara lain adalah perzinahan, pemerkosaan, dan homoseksual. Dengan demikian, karena diganjar dengan hukuman mati, maka homoseksual termasuk dosa berat pada zaman Israel. Hukuman mati di sini tentu sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan bagi orang Israel. 5. Peringatan Tentang Semburit Bakti Ayat Alkitab selanjutnya yang menentang homoseks adalah larangan terhadap semburit bakti atau pelacur laki-laki. “Di antara anak-anak perempuan Israel janganlah ada pelacur bakti, dan di antara anak-anak lelaki Israel janganlah ada semburit bakti.” Ulangan 2317 Pelacur bakti atau semburit bakti adalah praktek yang banyak dilakukan oleh para penyembah berhala di Tanah Kanaan. Orang-orang Kanaan penyembah berhala percaya bahwa supaya tanah mereka subur dan menghasilkan panen yang baik, maka manusia perlu menyenangkan hati dewa dan melakukan ibadah kepadanya. Hal ini antara lain dapat dilakukan dengan cara pelacuran bakti atau semburit bakti. Di kuil-kuil dewa-dewa di Kanaan, para wanita atau laki-laki membuka “praktek” terhadap orang-orang yang datang beribadah kepada para dewa. Para pelacur/pemburit ini akan melakukan hubungan seksual dengan mereka sebagai bagian ritual. Dan para pelacur/semburit akan mendapat bayaran atas “jasa” mereka. Yang terjadi dalam ritual ini adalah bahwa laki-laki berhubungan seks dengan sesama laki-laki semburit, dan perempuan berhubungan seks dengan sesama perempuan. Para pelacur/semburit bakti ini merupakan wakil dewa, jika orang-orang yang beribadah melakukan hubungan seksual dengan mereka, maka orang-orang ini seolah-olah telah “berhubungan” dengan dewa-dewa, karena mereka dianggap wakil-wakil para dewa itu. Karena itulah orang Israel dilarang menjadi pelacur/pemburit bakti. Dan uang hasil dari pelacuran/pemburitan bakti tidak boleh dipersembahkan kepada Tuhan Ulangan 2318. Pages 1 2
- RuPaul, maha ratu dari para drag queen, selalu menutup 'RuPaul Drag Race' dengan kalimat, “If you can’t love yourself, how in the hell are you gonna love somebody else?” Jargon itu semacam moto hidup baginya. Semacam mantra untuk menerima diri sendiri, mencintai diri sendiri, agar bisa kuat dan nantinya berguna bagi orang banyak. Maka, selepas melempar jargon itu, RuPaul melanjutkan, “Can I get an amen?”, lalu disambut sorak amin oleh semua orang di studio. RuPaul adalah seniman dan queer. Ia laki-laki gay yang terkenal memopulerkan seni Drag Queen sampai masuk ke ranah industri hiburan arus utama, lewat acara televisi RuPaul Drag Race. Di kalangan LGBTIQ, acara itu sering kali jadi oase sebagai mantra penerimaan diri sendiri dan komunitasnya. Tak pernah sekali pun dalam hidup ini, saya terpikir bahwa kutipan populer dari RuPaul akan keluar dari mulut seorang pendeta, heteroseksual, dan laki-laki cisgender. Selasa siang, 3 September 2019, saya bertemu Pendeta Suarbudaya Rahadian, yang fasih dengan teori queer dan kajian teologi tentang kerjanya di Gereja Komunitas Anugerah GKA Reformed Baptist adalah institusi agama pertama di Indonesia yang mendeklarasikan menerima dan mengafirmasi kelompok rentan LGBTIQ. Artinya, gereja itu tak mempermasalahkan orientasi seksual, ekspresi gender, dan ihwal lain dari kelompok tersebut—yang masih dianggap "dosa" dan "sesat" oleh komunitas agama lain. Mendeklarasikan hal semacam itu tentu bukan tak mengundang respons-respons buruk. Dianggap sesat dan dikucilkan di kelompok Kristen sendiri bukan barang baru buat mereka. “Banyak, kok, anggota yang masih kucing-kucingan dengan keluarganya untuk bisa beribadah,” kata Pendeta Suarbudaya sambil tersenyum. Represi dan persekusi terhadap kelompok LGBTIQ Indonesia makin meningkat beberapa tahun terakhir. Sentimen anti-LGBT bahkan dipakai sejumlah pemerintah daerah untuk menerbitkan regulasi-regulasi diskriminatif yang meningkatkan kepanikan moral tersebut. Dengan dalih agama, Wali Kota Padang Mahyeldi Ansharullah, misalnya, membentuk tim ruqyah untuk “menyembuhkan” LGBTIQ yang dianggap penyakit. Pertemuan saya dengan Pendeta Suarbudaya menjadi menarik karena mendengar penerimaan kepada kelompok LGBTIQ dari perspektif agama bisa dibilang masih jadi barang langka dalam konteks hari ini. Ia tak cuma bercerita tentang perdebatan homoseksualitas dalam Kekristenan, tapi juga menjabarkan fenomena “menyembuhkan” LGBTIQ yang sebenarnya bukan cuma salah kaprah tapi Gereja Anda mendeklarasikan afirmasi kepada LGBTIQ? Ceritanya sebetulnya sederhana saja. Gereja kami banyak didatangi orang berlatar belakang LGBTIQ. Orang-orang ini sebenarnya terpental dari komunitas agama karena orientasi seksualnya. Jadi, GKA ini berdiri tahun 2013 sebagai komunitas religius alternatif. Jadi, orang-orang yang datang ke kami 90 persen adalah orang-orang ateis, agnostik, yang dulu pernah beragama tapi meninggalkan keimanan karena dianggap Kristen itu enggak relevan, rasional, enggak manusiawi dan sebagainya dan sebagainya. Di antara pertanyaan-pertanyaan soal agama itu muncul pertanyaan soal apa sih pandangan-pandangan Kristen yang alternatif tentang LGBTIQ? Yang normatif jelas itu ditolak, harus dikonversi ke heteroseksual. Itu secara umumlah. Karena kami banyak didatangi teman-teman LGBT dan didatangi jemaat, kami dibawa pada suatu posisi untuk memikirkan ulang kondisi heteronomativitas kami. Kami juga enggak langsung pada posisi terbuka sebenarnya. Maka, sejak dua tahun, 2015 sampai 2017, kami menggali kajian teologi, sejarah Kekristenan, kajian kitab suci, sampai kajian-kajian teori queer—teori seksualitas terkini. Selama dua tahun itu akhirnya kami menyimpulkan heteronormativitas atau yang normal itu cuma laki-laki hetero-cisgender dan perempuan hetero-cisgender itu bukan satu-satunya pandangan Kristen dalam sejarah tentang gender dan seksualitas. Kristen itu punya perjalanan panjang yang mengungguli bagaimana gender itu dikonstruksi dan bagaimana orientasi seksual dikonstruksi. Buat kami sendiri, ini perjalanan spiritual. Perjalanan teologis juga. Dan juga perjalanan politik. Karena bicara mengafirmasi LGBT ini berarti melawan tatanan masyarakat kita yang hari ini menentang LGBT. Itu semacam pernyataan sikap politik karena kita tidak bisa memisahkan seksualitas dan gender dari konstruksi sosial dan politik. Gender, kan, bentukan sosial, bentukan norma politik. Dan, bila kita menyatakan yang berlawanan dengan yang mapan, kita jadi berlawanan dengan kekuatan yang merasa terganggu—ya anggaplah kelompok yang konservatif, Kristen dan bukan-Kristen. Ataupun kekuatan negara, yang juga, meskipun tidak melarang, tapi tidak memberikan ruang kepada LGBTIQ. Respons-respons apa saja yang didapatkan setelah gereja menerima LGBTIQ? Tentu saja penolakan dari kelompok Kristen sendiri. Bahkan dari komunitas kami sendiri enggak semua orang menerima. Jadi, pada 2015 terjadi semacam dispute, perdebatan yang tidak teratasi sehingga banyak yang meninggalkan komunitas ini karena kami mengafirmasi LGBTIQ. Urutannya sebenarnya begini menolak, menerima dengan syarat—misalnya menerima orang LGBTIQ tapi tidak menerima orientasi seksualnya—dan yang terakhir, mengafirmasi. Kami bukan sekadar menerima tapi juga mengafirmasi, sampai ke tahap ketiga. Bukan sekadar menerima orangnya tapi menolak perilakunya. Karena kami melihat orientasi seksual, ekspresi gender, ekspresi seksual itu satu bagian dengan identitas manusia. Kami tidak bisa menerima orang tapi tidak menerima orientasi seksualnya. Itu sama saja menolak orangnya, sih. Biasanya orang-orang ada di fase kedualah Tidak membenci, menerima tapi dengan syarat. Kami menerima dan mengafirmasi. Itu mungkin yang juga Salah Kaprah Ruqyah 'Menyembuhkan' LGBT yang Nirfaedah Polisi Sebut LGBT Adalah Penyakit Yang Harus Dicegah Sejak Dini Perda Larangan LGBT di Depok Justru Bisa Perparah Penyebaran HIV Bagaimana respons dari kelompok Kristen sendiri? Banyak pernyataan sikap terbuka, baik di sosial media maupun resmi dari lembaga yang mengatakan pandangan gereja GKA sudah menyimpang dari tradisi Kristen dan kitab suci dan sesat. Itu sudah jadi pandangan umum. Sampai hari ini pun saya tidak melihat ada komunitas Kristen lain sebagai institusi yang mengafirmasi posisi kami. Palingan adalah individu-individu saja. Sejak 2015 sampai 2019, belum ada yang satu barisan dengan kami sejauh ini. Apakah bikin ruang gerak GKA lebih terbatas? Lebih terbatas ke komunitas Kristen. Itu sebabnya kami melakukan banyak kegiatan dan aktivitas pelayanan menggandeng komunitas non-Kristen, yang terbuka kepada LGBTIQ. Atau, individu-individu yang terbuka. Individu ini misalnya pendeta atau rohaniwan, hadir membantu kami dalam kapasitas sebagai pribadi. Bukan pemuka yang mewakili institusi. Kajian apa yang akhirnya membuat GKA mengafirmasi? Di Alkitab, ada ayat-ayat yang secara sekilas eksplisit menolak orientasi seksual nonhetero, eksplisit menolak ekspresi gender yang tidak cisgender. Tapi, lagi-lagi, yang harus dipahami, Alkitab itu bukan kitab yang ditulis untuk semua orang di semua masa. Ia ditulis di suatu momentum waktu tertentu, sosial politik tertentu, situasi teologis tertentu. Maka, kami harus tahu konteksnya. Teks-teks Alkitab yang eksplisit menolak LGBTIQ, misalnya di kitab Perjanjian Lama, di kitab Imamat, yang eksplisit bilang Orang yang melakukan hubungan seks, laki-laki dengan laki-laki itu harus dihukum mati, misalnya. Itu alam pikir orang Yahudi yang sedang membangun bangsa, sebagai kumpulan yang sedang membangun bangsa, orientasi itu menambah jumlah manusia. Atau prokreasi. Jadi itu larangan yang mission-nya nation building. Pertanyaannya Kita bukan menjadi seperti orang Yahudi hari ini? Kita orang Indonesia yang hidup di abad 21. Kita tidak sedang membangun sebuah bangsa. Maka, teks itu tidak bisa berlaku apple to apple dengan kita. Ini juga berlaku terhadap teks Alkitab yang lain. Contohnya, perbudakan. Di Alkitab, dari halaman pertama sampai halaman terakhir, enggak ada tuh larangan perbudakan. Bahkan perbudakan di-endorse. Bahkan Injil Baru bilang budak harus tunduk kepada tuannya. Tapi, tidak ada orang Kristen, paling konservatif pun, yang setuju perbudakan hari ini. Kalau cara baca Alkitabnya mau konsisten literalis, harusnya kamu tetap mendukung perbudakan. Atau poligami, misalnya. Sebenarnya kalau mau jujur, enggak ada teks Alkitab yang melarang poligami. Enggak ada. Jadi, kalau ada orang Kristen bilang, di agama kami dilarang; dilarang karena tradisinya melarang, teks kitab sucinya tidak melarang. Tapi, bukan berarti itu dilarang, kita melakukan, kan? Di Perjanjian Lama, parenting itu diatur. Salah satunya paling ngeri adalah anak yang membangkang terhadap orangtua harus dibawa ke Mahkamah Agama dan dihukum mati. Dirajam! Tapi, saya pikir, enggak ada orang Kristen di dunia hari ini yang paling konservatif sekali pun mempratikkan merajam anak yang membangkang terhadap orangtuanya. Enggak ada yang sekonsisten itu. Mereka pasti akan berdalih "Ini zaman dulu." Pertanyaannya Kenapa waktu kamu baca parenting kamu bisa berdalih tapi pas kamu baca LGBTIQ kamu literalis? Padahal itu teks yang sama. Berarti, sebenarnya, ada semacam bingkai saat membaca kitab suci yang tidak disadari, memakai bingkai heteronormativitas. Pertanyaannya bukan apakah kitab suci bilang atau enggak bilang, tapi kamu pakai kacamata apa saat baca kitab suci? Kamu bisa membaca Alkitab secara Kristiani atau secara non-kristiani. Non-kristiani artinya apa? Artinya, membaca Alkitab dalam bingkai kebencian, dalam bingkai permusuhan, eksklusi, dan menyingkirkan yang kamu anggap berbeda dan mengancam. Itu yang mungkin banyak orang yang enggak sadar. Itu yang mungkin kami sadar lebih dulu. Karena kami dulu bagian dari orang yang menentang LGBTIQ. Tapi, dalam perjalanannya, kami sadar ternyata cara baca Alkitab kami salah. Berapa jumlah anggota GKA sekarang? GKA itu menarik. Komunitas yang tidak terlalu menekankan keanggotaan resmi. Secara komunitas, ikut ngumpul itu mungkin bisa seratusan lebih. Tapi, secara anggota resmi, mungkin cuma 50-an orang. Setelah mendengar deklarasi tahun 2015, apakah banyak orang LGBT yang turut jadi anggota GKA? Enggak juga. Jadi perlu dipahami bahkan banyak teman-teman LGBTIQ yang nyinyir. Bagi mereka, justru saya ke gereja itu pengin sembuh. Pengin normal. Jadi gereja janganlah membuat kami tetap hidup dalam dosa. Ada juga LGBT yang masih denial. Beragam juga sih juga Memisahkan Napi LGBT Itu Diskriminatif dan Tak Masuk Akal Pandangan Terhadap LGBT Masih Soal Penyakit Sosial dan Agama Dukung LGBT, Taylor Swift Rilis Video "For You Need To Calm Down" Tanggapan aktivis LGBTIQ?Positif. Walaupun di awalnya enggak semua kelompok aktivis LGBTIQ percaya. Karena memang pengalamannya banyak lembaga agama yang mengesankannya dirinya terbuka tapi setelah masuk ke dalam komunitas itu secara serius, pelan-pelan malah dikonversi. Bahkan di Jakarta, ada banyak gereja yang mengesankan diri terbuka, inklusi, tapi nanti pelan-pelan dipaksa berubah. Kalau GKA enggak. Setelah satu-dua tahun, dia baru bisa benar-benar percaya sama kita. Modus menambah jumlah umat? Yang ada jumlah umat kami makin sedikit setelah deklarasi. Ditinggalkan kelompok heteronormativitas di kelompok kami, ditinggalkan simpatisan kami selama ini maupun kelompok LGBTIQ yang heteronormativis. Pada 2016, anggotanya 60-an orang, 70-an orang. Tapi, penurunannya bisa sampai 30 persen. Berkurang jadi sampai 30 orang. Jadi, kenapa perlu deklarasi? Karena kami menganggap mengkhianati pesan Injil bila kami tidak deklarasikan hal itu. Injil, ide dasarnya, adalah keselamatan untuk seluruh kita. Keselamatan itu apa sih? Itu bahasa teologis untuk bilang keutuhan hidup. Bahwa well being seseorang atau mahkluk hidup apa pun itu diutuhkan sesuai dengan maksud Tuhan menciptakan mereka. Jadi, bagi kelompok LGBTIQ, Tuhan menciptakan mereka sebagai kelompok LGBTIQ, harusnya hidup damai sejahtera bersama orang lain, menerima dirinya sendiri, menjadi orang yang punya harga diri, menjadi orang yang bisa bersyukur karena apa yang sudah Tuhan berikan kepada mereka. Kalau kami menerapkan heteronormativitas, mereka enggak bisa dalam keutuhan. Mereka tetap akan hidup sebagai warga gereja kelas dua. Karena mereka tetap dianggap orang sakit. Dan kami enggak mungkin bisa setara kalau menganggap mereka sakit. Ada ketimpangan di situ. GKA melihat terapi konversi bagaimana? Terapi konversi itu metode sangat merusak. Kami mendapat banyak cerita kesaksian teman-teman yang ikut berbagai ritual eksorsisme, pelepasan, atau konversi yang sifatnya sekuler psikologi pseudosains. Kenapa pseudosains? Karena menurut berbagai jurnal ilmiah dan panduan tata laksana gangguan jiwa, DSM, dan sebagainya, LGBTIQ itu sudah tidak dikategorikan gangguan. Sehingga kalau itu diperlakukan sebagai gangguan itu menyalahi kaidah ilmu pengetahuan. Nah, orang-orang LGBITQ ini akhirnya apa? Depresi, tertekan, mengalami apa yang kita sebut depresi, PTSD, dan sebagainya. Itu problem-problem yang tidak akan terjadi bila mereka bisa menerima dirinya. Tapi, mereka enggak akan bisa menerima dirinya kalau mereka menganggap dirinya salah. Maka, mereka perlu diafirmasi. Mereka tidak salah. Kamu tidak salah. Orientasi seksualmu tidak salah. Yang salah adalah orang yang tidak menerima dirinya, tidak mengasihi dirinya sendiri. Bagaimana dia bisa mengasihi orang lain kalau dia tidak mengasihi dirinya sendiri? Beberapa kawan LGBT—seperti yang Anda bilang “mungkin belum menerima dirinya sendiri’—berpikir ruqyah atau terapi konversi adalah ritual yang menenangkan… Agama itu menjadi faktor yang membentuk cara diri kita melihat diri kita. Apalagi orang yang sudah beragama sejak kecil. Seseorang merasa dirinya jadi OK karena otoritas yang mereka yakini sebagai penentu kebenaran mengatakan mereka OK, dalam hal ini agama. Selama puluhan tahun LGBTIQ hidup, mereka didikte, "Kamu salah, kamu salah, kamu masuk neraka, kamu tidak akan hidup sempurna." Lalu, saat ada terapi konversi, akan memberi makan superego mereka. Superego itu kayak perangkat moral dalam diri seseorang yang jadi alarm kalau kita melakukan hal salah. Misalnya, kita bohong, alarmnya bunyi. Alarm rasa bersalah itu jadi mati. Jadi, mereka tidak akan terganggu untuk sementara waktu. Maka banyak dalam acara-acara seminar terapi konversi kesaksian mantan transgender—sudah operasi ganti kelamin tapi ingin balik lagi—dan itu digembar-gemborkan, dipublikasikan dalam seminar-seminar berbiaya tinggi yang akhirnya bikin kepanikan moral di masyarakat. Orangtua-orangtua melihat anaknya punya tendensi homoseksual akan ikut, merasa ada harapan, dan akan membayarnya dengan sangat mahal. Lebih-lebih, yang bersangkutan atau anaknya sendiri pengin ikut. Kalau sudah begitu, kami enggak bisa melarang. Maka, kami seringkali bilang, consider-lah. Consider kembali. Apakah kamu yakin konversi ini tidak akan melukai kamu? Apakah kamu bisa hidup dengan nyaman? Atau kamu sudah membohongi dirimu sendiri? Tapi, kami justru punya sudut pandang lain. Pengalaman sejarah membuktikan tidak ada satu pun lembaga konversi yang sukses. Contoh yang paling besar di Amerika, Eksodus International, yang didirikan kalau enggak salah tahun 60-an sampai tahun 2012 tutup. Presiden Eksodus Internasional bikin pengumuman 'metode yang kami pakai itu lebih sering mencederai ketimbang menyembuhkan.' Kenapa mengulangi kegagalan dari lembaga yang sangat besar dan mengalami kegagalan yang besar? Dari hari ke hari, banyak orang dari posisi seperti kami dulu, heteronormatif, beralih menjadi orang-orang yang mengafirmasi, salah satunya karena pengalaman juga. Di samping landasan teologisnya bermasalah, landasan ilmiahnya bermasalah. Ada begitu banyak problem di luar—kalau kita singkirkan konsep-konsep teoritik, secara empirik saja itu enggak berhasil. Jadi itu suatu penanda. Kalau dalam pengalaman empiris saja enggak berhasil, ada yang salah dalam metode. Harusnya ada pertanyaan itu. Nah, ini yang enggak dilakukan. Aku enggak bisa membuktikan tapi aku mencurigai ada semacam upaya monetisasi, mencari keuntungan dari kepanikan ini. Supaya orang yang panik ini keluar uang banyak untuk itu. Proses terapi konversi biasanya bagaimana? Setahu saya, yang umum biasanya, kalau dalam tradisi Protestan yang Karismatik, kira-kira mengasumsikan segala bentuk penyimpangan natural atau kodrati penyebabnya dua kuasa iblis atau setan dan karena dosa. Dosa dalam Kristen bukan cuma pelanggaran moral tapi semacam defect, semacam pencacatan yang diwariskan dari Adam sampai semua umat manusia. Tapi orang yang ikut Yesus itu warisan dosanya akan dihapus, disucikan. Dia akan lahir baru. Maka, ada istilah Lahir Baru. Nah, mereka menganggap homoseksualitas itu defect yang diturunkan dari Adam dan Hawa, tertinggal dan kebawa di dalam gen manusia, dalam jiwa manusia, yang bisa dibersihkan melalui upacara-upacara—kalau karena setan, ya eksorsisme atau bahasa Injilnya pelepasan dari kuasa jahat. Semacam bentuk disiplin Kristen, reorientasi kehidupan Kristen. Dalam Kristen itu ada istilah Pemuridan atau dalam istilah biasa itu "pengkaderan". Orang dibentuk cara berpikirnya, cara bersikap, cara berkata-katanya sesuai etika dan norma-norma Kristen. Lewat pengajian Alkitab, lewat modifikasi perilaku. Ini lebih mirip dalam psikologi CBT—Cognitive Behaviour Therapy. Dulu, zaman orang belum mengerti masalah kebutuhan khusus, anak-anak dianggap nakal dididik seperti mendidik binatang. Kalau binatang di sirkus cara didiknya, kalau nurut dikasih makan, kalau enggak nurut dipukul terus. Itu punish dan reward. Sampai akhirnya terbentuk habit yang baru. Kurang lebih, terapi konversi itu bentuknya begitu. Begitu orang-orang LGBTIQ menunjukkan perilaku-perilaku non-heteroseksual, dikasih punishment tertentu. Entah itu rasa bersalah, semacam pendisiplinan-pendisiplinan pada tubuh. Kalau orang itu bisa berperforma perilaku yang dianggap sesuai, akan dapat reward. Kalau dilakukan berulang-ulang, selama bertahun-tahun, orang LGBTIQ itu akan berubah juga, sih. Tapi, pertanyaannya, akan sampai kapan bertahan? Seberapa permanen perubahan itu? Dan seberapa dalam bekas trauma kepada orang itu… Iya. Dan kalaupun berubah, bagaimana dampak harm-nya? Apakah itu harmful kepada orang itu? Itu juga harus jadi pertanyaan. Eksorsisme itu berarti pembacaan ayat-ayat?Dibacakan ayat-ayat, didoakan. Dan biasanya semacam katarsis. Orang yang didoakan menangis, menjerit-jerit. Cuma secara psikologi itu bisa dijelaskan secara ilmiah. Itu fenomena katarsis. Bayangkan, orang yang distigma selama berpuluh-puluh tahun, saat ini dikonfrontir dengan masalahnya. Waktu dikonversikan, dia enggak bisa lari. Dia disudutkan. Terus di-summoned terus. Tentu orang ini enggak punya self-defense mechanism. Akhirnya, yang keluar katarsis seperti menjerit-jerit. Inilah yang biasanya disebut "jinnya keluar." Padahal, enggak ada hubungannya dengan jin. Siapa pun yang dipojokkan dengan cara seperti itu, kalau enggak kuat, ya, akan katarsis. Kayak diospek aja, kan, ada yang orang "kesurupan". Itu bukan kesurupan. Karena ditekan terus, dia enggak punya ketahanan mental, supaya dia tetap waras akhirnya dia harus katarsis. Katarsisnya nangis, pingsan, jerit-jerit, kayak kehilangan kesadaran, suaranya berubah. Itu hal-hal yang sebenarnya ilmiah. Bisa dijelaskan. Cuma, lagi-lagi, pengetahuan umum tentang struktur mental manusia, kejiwaan manusia, enggak banyak diketahui masyarakat. Jadi, semacam validasi Benar, kan, kalau dia enggak dikuasai jin atau roh jahat, dia harusnya enggak kepanasan dan menjerit. Menariknya, biasanya eksorsis-eksorsis ini berhasil atau berdampak terhadap orang-orang yang sudah religius sebelumnya. Kalau itu dipraktikkan terhadap yang tidak religius, yang ateis misalnya, itu enggak akan berhasil. Itu cuma menarik keluar apa yang sudah ada di dalam dirinya sendiri. Kalau yang religius berdampak, dan itu yang dibesar-besarkan. Direkam video. Ada acara TV. Coba secara random diipilih orang yang agamanya beda, atau yang bepuluh-puluh tahun ateis, pasti enggak ada efeknya. Yang dibicarakan GKA ini sebetulnya angin segar, apalagi buat mengangkat martabat manusia.. Betul. Buat human rights. Tapi, kami enggak bicara human rights-nya di depan. Biarlah pembelaan-pembelaan human rights-nya tafsiran orang saja. Kami lembaga agama. Kami akan bilang kami mau me-reclaim kembali tafsir yang sudah direbut kelompok homofobik bahwa kami melakukan ini bukan karena human rights. Kami melakukan ini, first, karena kami Kristen. Yang kedua, baru karena human rights. Kenapa kami pakai jargon itu? Karena biasanya orang Kristen itu mikir human rights itu sekuler. 'Kita Kristen ini orang beragama, harusnya landasan itu kitab suci dan tradisi iman. Kalau human rights itu narasi non-agamawi.' Kami justru ingin bilang Afirmasi kami kepada LGBTIQ justru dimulai dari jantung keyakinan agama kami. Human rights itu justru jadi lapisan keduanya. Maka, kami menyebut diri faith community, bukan human rights community. Artinya, iman inilah yang jadi reaktor dari semua ini. Sumber dayanya dari Laporan ini didukung oleh program Round Earth Media dari Internasional Women’s Media Foundation. Baca juga artikel terkait LGBT atau tulisan menarik lainnya Aulia Adam - Indepth Reporter Aulia AdamPenulis Aulia AdamEditor Mawa Kresna
ArticlePDF AvailableAbstractThe LGBT phenomenon is increasingly spreading among the wider community. The existence of social media allows everyone to access information quickly and easily. The church, which is directly related to the social environment, also takes an attitude towards this phenomenon. There are many different attitudes raised by a particular church or denomination. Therefore, this paper aims to find out carefully about the Bible's view of LGBT as the basis for forming a Christian ethical paradigm. The result of this research is that LGBT acts are a sin in God’s view. God does not want people to commit LGBT acts. But on the other hand, as an agent that embodies the application of God's love, the church is required to continue to follow LGBT people and provide faith formation and preventive measures to the congregation. Discover the world's research25+ million members160+ million publication billion citationsJoin for freeContent may be subject to copyright. Jurnal Teologi JUTEOLOG Vol. 1 No. 1 December 2020 Jurnal Teologi JUTEOLOG e-ISSN 2775-4006 p-ISSN 2774-9355 LGBT dalam Perspektif Alkitab Sebagai Landasan Membentuk Paradigma Etika Kristen terhadap Pergaulan Orang Percaya Christian Bayu Prakoso1 Aji Suseno2 Yonatan Alex Arifianto3 Sekolah Tinggi Teologi Baptis Indonesia, christianbayu Recommended Citation Turabian 8th edition full note Christian Bayu Prakoso, Yonatan Alex Arifianto, and Aji Suseno, “LGBT Dalam Perspektif Alkitab Sebagai Landasan Membentuk Paradigma Etika Kristen Terhadap Pergaulan Orang Percaya,” Jurnal Teologi JUTEOLOG 1, no. 1 December 29, 2020 1, accessed August 6, 2021, American Psychological Association 7th edition Prakoso et al., 2020, p. 1 Received 28 November 2020 Accepted30 November 2020 Published29 December 2020 This Article is brought to you for free and open access by Sekolah Tinggi Teologi Kadesi Yogyakarta. It has been accepted for inclusion in Christian Perspectives in Education by an authorized editor of Jurnal Teologi JUTEOLOG. For more information, please contact juniorichson1995 Christian Bayu Prakoso, Aji Suseno, Yonatan Alex Arifianto Jurnal Teologi JUTEOLOG Vol. 1 No. 1, December 2020 Abstract The LGBT phenomenon is increasingly spreading among the wider community. The existence of social media allows everyone to access information quickly and easily. The church, which is directly related to the social environment, also takes an attitude towards this phenomenon. There are many different attitudes raised by a particular church or denomination. Therefore, this paper aims to find out carefully about the Bible's view of LGBT as the basis for forming a Christian ethical paradigm. The result of this research is that LGBT acts are a sin in God‟s view. God does not want people to commit LGBT acts. But on the other hand, as an agent that embodies the application of God's love, the church is required to continue to follow LGBT people and provide faith formation and preventive measures to the congregation. Keywords LGBT, Christian Ethic. Abstrak Fenomena LGBT kian menyebar di kalangan masyarakat sosial media membuat setiap orang dapat mengakses informasi dengan cepat dan yang berhubungan langsung dengan lingkungan sosial turut mengambil sikap terhadap fenomena banyak perbedaan sikap yang dimunculkan oleh gereja atau denominasi sebab itu, tulisan ini bertujuan untuk menggali dengan seksama tentang pandangan Alkitab terhadap LGBT sebagai landasan membentuk paradigm etika dari penelitian ini adalah tindakan LGBT adalah dosa di hadapan tidak menghendaki manusia untuk melakukan tindakan LGBT. Namun di sisi lain, sebagai agen yang menjadi wujud penerapan kasih Allah, gereja dituntut untuk tetap mengasihi kaum LGBT dan memberikan pembinaan iman dan langkah preventif kepada jemaat. Kata Kunci LGBT, Etika Kristen PENDAHULUAN LGBT Lesbian, Gay, Biseksual and Transgender pada ada zaman ini, santer menjadi bahan pembicaraan itu dapat dilihat dari berita yang muncul baik melalui media cetak maupun LGBT semakin meluas seirama dengan dilegalkannya pernikahan sejenis di Negara Amerika Serikat. Seperti yang dilansir oleh Mahkamah Agung Amerika legalkan Pernikahan Sejenis WSJ 2015, Taiwan Negara Asia Pertama Legalkan Pernikahan SejenisKoagouw 2019, dan Pesta Seks Sesama Jenis, tiga pria digrebek Polisi di Surabaya Faizal 2018. Cikal bakal lahirnya gerakan ini adalah pembentukan “Gay Liberation Front” GLF di London tahun 1970. Gerakan ini terinspirasi dari gerakan pembebasan sebelumnya di Amerika Serikat tahun 1969 yang terjadi di Stonewall Spencer 2011447. Pada akhir tahun 1960-an, gerakan LGBT mulai berkembang melalui kegiatan organisasi yang dilakukan oleh kelompok wanita transgender, atau yang kemudian dikenal sebagai waria atau banci. Christian Bayu Prakoso, Aji Suseno, Yonatan Alex Arifianto Jurnal Teologi JUTEOLOG Vol. 1 No. 1, December 2020 Mobilisasi kaum gay dan lesbian terjadi pada tahun 1980-an, melalui penggunaan media cetak dan pembentukan kelompok-kelompok kecil di seluruh Indonesia. Mobilisasi ini semakin berkembang pada tahun 1990-an, termasuk pembentukan berbagai organisasi di lebih banyak tempatUSAID-UNDP 20144. Sedangkan Kaum LGBT dengan orientasi dan identitas homoseksual muncul di kota-kota besar di Indonesia pada awal abad ke-20. Homoseksualitas merupakan penyimpangan seksual yang semakin merebak terjadi dewasa ini, termasuk pelakunya adalah orang Kristen Tolanda and Ronda 2011. Homoseksualitas kini tidak lagi hanya dipahami sebagai bentuk perilaku melainkan sebagai suatu bentuk orientasi seksual yang muncul di luar kehendak manusia Halim 2017 Gereja yang terintegrasi dengan kehidupan bermasyarakat pun juga ikut terdampak dengan keberadaan kaum LGBT. Hal ini terjadi oleh karena adanya berbagai kegiatan komunitas LGBT yang semakin berani menampakkan eksistensinya di tengah kehidupan bermasyarakat. Perkembangan homoseksual semakin melaju pesat oleh karena perkembangan teknologi, khususnya platform media sosial. Platform sosial media dirasa aman oleh kaum LGBT karena dapat menyembunyikan identitas platform sosial media yang digunakan di antaranya whatsapp, twitter, line, instagram, dan platform-platform spesifik untuk kaum LGBT. Karakteristik seseorang sangat dipengaruhi oleh budaya yang sedang saat ini, manusia hidup di sebuah era yang dinamakan era digital. Berdasarkan data dari situs Hootsuite, masyarakat Indonesia yang menggunakan internet sampai dengan Januari 2020 adalah sebesar 174,5 juta orang 64 %. Sedangkan, pengguna media sosial di Indonesia ada di angka 160 juta pengguna 59%.Bahkan, oleh karena adanya pandemi covid-19 ini, data Bulan April menunjukan adanya peningkatan penggunaan media sosial yang cukup internet dapat menjadi media penyebaran pengaruh LGBT. Respon gereja sangatlah satu yang cukup menggemparkan adalah munculnya sikap PGI Persekutuan Gereja-Gereja di Indonesia telah mengeluarkan sikap terhadap keberadaan kaum homoseksualitas. Dalam poin 6 PGI menyampaikan pesan sebagai berikut “Berkenaan dengan LGBT, Alkitab memang menyinggung fenomena LGBT, tetapi Alkitab tidak memberikan penilaian moral-etik terhadap keberadaan atau eksistensi mereka. Alkitab tidak mengeritisi orientasi seksual seseorang. Apa yang Alkitab kritisi adalah perilaku seksual yang jahat dan eksploitatif yang dilakukan oleh siapa pun, termasuk yang dilakukan kaum heteroseksual, atau yang selama ini dianggap „normal‟.PGI 2016Dan atas Christian Bayu Prakoso, Aji Suseno, Yonatan Alex Arifianto Jurnal Teologi JUTEOLOG Vol. 1 No. 1, December 2020 pertimbangan itulah pada poin 12 PGI menyampaikan pesan sebagai berikut PGI menghimbau agar gereja-gereja, masyarakat dan negara menerima dan bahkan memperjuangkan hak-hak dan martabat kaum LGBT. Kebesaran kita sebagai sebuah bangsa yang beradab terlihat dari kemampuan kita menerima dan menolong mereka yang justru sedang mengalami diskriminasi dan ketidakadilan PGI 2016, dan hal itu membuat homoseksual dianggap sebagai suatu hal yang wajar dan tidak berdosa Halim 2017. Tubuh, seks, jenis kelamin, dan kepuasan seksual, pada dasarnya diciptakan Allah sangat baik, mulia dan suci dan dengan tujuan yang baik, dan ini juga merupakan gambar Allah. Akibat kejatuhan manusia pertama kedalam dosa maka gambar Allah menjadi rusak, sehingga Tubuh, seks, jenis kelamin, kepuasan seksual kehilangan peranannya. Banyak penyimpangan seksual yang berkembangan saat ini, dan sudah sangat meresahkan di dalam masyarakat Purnama and Tarigan 2011. Melihat fenomena di atas, tulisan ini berusaha melihat fenomena LGBT dalam prespektif Alkitab yang adalah Firman Allah, otoritas tertinggi dalam menentukan sebuah tindakan atau etika Kristen. Sebab Dalam ajaran Kristen yang dominan diyakini umat, perilaku homoseksual adalah sebuah dosa dan benar-benar mendukakan hati Tuhan Subekti, Triwijati, and Mulya 2020. METODE Penelitian dalam paper ini menggunakan penelitian pustaka dengan pendekatan kualitatif deskriptif Zaluchu 2020, Langkah pertama, penulis menjelaskan tentang sejarah homoseksual. Kemudian, penulis menggali ayat-ayat Alkitab yang berbicara mengenai LGBT. Terakhir penulis akan menunjukan implikasi pandangan Alkitab tetang LGBT terhadap pembentukan etika Kristen. Penulis akan memanfaatkan berbagai sumber, seperti Alkitab, buku, jurnal, tafsiran, dan artikel ilmiah untuk mendapatkan data yang lengkap. Hal tersebut dilakukan untuk memperkaya kajian yang dilakukan oleh penulis. PEMBAHASAN Seks di dalam Alkitab Pada umumnya setiap orang memiliki persepsi atau pandangan yang berbeda-beda mengenai arti dan seks itu sendiri. Tulus Tu‟u menguraikan 3 pandangan yang salah atau negatif terhadap seks, yaitu sebagai berikut 1Seks dianggap sebagai dorongan jasmani saja, artinya dorongan itu bagaikan rasa lapar dan rasa haus. Makan dan minum memang penting, Christian Bayu Prakoso, Aji Suseno, Yonatan Alex Arifianto Jurnal Teologi JUTEOLOG Vol. 1 No. 1, December 2020 demikian pula soal seks. 2Seks sering dianggap sebagai hal yang kotor dan tabuh. Dengan kata lain bagi kelompok ini, soal seks tidak boleh diotak-atik karena itu banyak keluarga tidak paham mengenai seks.3 Seks dilihat hanya dari aspek kenikmatan saja yaitu memperlakukan seks sebagai alat pemuas nafsu Tu‟u 19989–11. Berdasarkan pemaparan di atas menunjukan bahwa sejatinya manusia tidak dapat dipisahkan terhadap seks, karena seks melekat di dalam manusia. Namun, manusia seringkali salah memaknai seks tersebut. Anggapan tentang seks di atas sudah tentu bertentangan dengan pandangan Alkitab secara benar. Dalam hal ini “Alkitab memang bukan buku pedoman tentang seks, tetapi Alkitab memberikan suatu pengertian yang benar tentang seks. Selain itu Alkitab memberikan informasi tentang siapakah kita sebenarnya, apa arti seksualitas, dan mengapa Tuhan menciptakan laki-laki dan perempuan”Richards 198660. Akan tetapi Alkitab tidak memandang bahwa seks merupakan suatu hal yang kotor dan hina terlebih dosa, namun sebaliknya seks adalah sesuatu yang suci dan agung yang bersumber dari Allah dan dianugrahkan kepada manusia. Dalam hal ini harus dipahami bahwa seks dalam perkawinan itu adalah baik dan indah. Seks dalam perkawinan merupakan salah satu pengikat cinta kasih yang sempurna dari anugrah Allah di antara laki-laki dan perempuan suami istri Abineno 201114. Allah menciptakan laki-laki dan perempuan dengan sempurna dalam soal seks, sebelum kejatuhan manusia dalam dosa. Oleh karena itulah Allah berfirman bahwa “sebab itu seorang laki-laki akan meninggalkan ayah dan ibunya dan bersatu dengan istrinya, sehingga keduanya menjadi satu daging.” Kej 2224; Ef 531. “Pernikahan haruslah antara satu laki-laki dan satu perempuan”Anon 2008. Kaum LGBT dapat beralasan bahwa hasrat seksual muncul dengan sendirinya tanpa ada yang di dalam Alkitab, Allah tidak pernah menciptakan hasrat homoseksual. Selanjutnya, Allah tidak mengatakan bahwa hasrat homoseksual adalah sesuatu yang baik Frame 2008809. Firman Tuhan menjelaskan bahwa kepuasan seksual dibenarkan jika kepuasan seksual itu direalisasikan antara satu laki-laki dan satu perempuan dalam ikatan pernikahan Ibr. 134 Eveline 2019. Dalam Kejadian 11-2a, menekankan hakekat seksualitas adalah baik karena merupakan bagian yang berkesinambungan dari seluruh ciptaan Allah yang dikatakan sungguh amat baik Tolanda 2011137. Nats Alkitab tentang penciptaan menitikberatkan bahwa manusia diciptakan sebagai makhluk diciptakan sebagai laki-laki dan perempuan dan dalam perbedaan seks itu mereka mencerminkan Allah “Maka Allah menciptakan manusia itu menurut gambar-Nya, menurut gambar Allah diciptakan-Nya dia; Christian Bayu Prakoso, Aji Suseno, Yonatan Alex Arifianto Jurnal Teologi JUTEOLOG Vol. 1 No. 1, December 2020 laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka” Kejadian 127. Hal mengarah kepada pemahaman bahwa seksualitas tidak hanya tentang sesuatu yang baik, melainkan juga mencitrakan kesucian dan kekudusan Allah Borrong 20062. LGBT dalam Prespektif Alkitab Alkitab adalah firman Allah yang mampu memberikan penerangan kepada setiap orang yang percaya dalam pengambilan sebab itu, dalam mengkaji kebenaran dan yang dikatakan Alkitab tentang LGBT, langkah dasar adalah melakukan penggalian dari Alkitab itu dalam Alkitab, terdapat beberapa yang membahas tentang dosa ini. Jadi, dengan kata lain, dapat dikatakan LGBT sudah ada sejak zaman dahulu. Berikut ini adalah beberapa ayat dalam Alkitab yang dapat memberikan pandangan atau paradigma Kristen tentang LGBT Kisah Sodom dan Gomora Kejadian 195 Mereka berseru kepada Lot "Di manakah orang-orang yang datang kepadamu malam ini? Bawalah mereka keluar kepada kami, supaya kami pakai mereka." ITB. Kata “yada” dalam adalah tentanghubungan seksual sesame jenis 41; 198. Dari Kejadian 19, jelaslah bahwa konteks dari cerita tersebut adalah „yada‟ yang dipakai ketika Lot menawarkan anak gadisnya jelas berhubungan erat dengan tindakan seksual dan tidak ada alasan untuk berbeda penafsiran Feinberg and Feinberg 2010314. Dalam Kitab Yehezkiel 1649-50 49 juga dikatakan “Lihat, inilah kesalahan Sodom, kakakmu yang termuda itu kecongkakan, makanan yang berlimpah-limpah dan kesenangan hidup ada padanya dan pada anak-anaknya perempuan, tetapi ia tidak menolong orang-orang sengsara dan miskin. Mereka menjadi tinggi hati dan melakukan kekejian di hadapan-Ku; maka Aku menjauhkan mereka sesudah Aku melihat ini menimbulkan keluh kesah bagi banyak orang, sebab hubungan seksual sejenis ini, merupakan penyimpangan dari kebenaran Firman Allah Lase 201462. Lebih lanjut, dalam Yehezkiel 1647-50 terdapat kata keji yang diterjemahkan „to‟ebah dalam Bahasa Ibrani Deyoung 201532. Kekejian pada ayat 50 adalah sebuah dosa tersendiri yang tidak dapat dipisahkan dari ayat tersebut juga digunakan dalam Imamat 1822 dan 2013 dimana seorang laki-laki bersetubuh dengan laki-laki dan perempuan dengan perempuan. homoseksual adalah hubungan seks yang tidak wajar, Christian Bayu Prakoso, Aji Suseno, Yonatan Alex Arifianto Jurnal Teologi JUTEOLOG Vol. 1 No. 1, December 2020 pengumbaran hawa nafsu yang memalukan, dan tidak mendapat bagian di dalam kerajaan Allah Tolanda and Ronda 2011. Hukum dalam Imamat Imamat 1822; 2013 mengatakan “Janganlah engkau tidur dengan laki-laki secara orang bersetubuh dengan perempuan, karena itu suatu kekejian.” ITB Frasa “tidur dengan bersetubuh seperti dengan perempuan” jelas adalah dosa dan kekejian di mata Allah. Ada beberapa pendapat yang mengatakan bahwa itu hanya seremonial bukan moral. Namun, jika ini tidak dianggap masalah moral, maka dosa pemerkosaan di ayat 6 dan persembahan berhala juga tidak dapat dianggap dosa, karena berada dalam kitab yang mengatur masalah seremonial. Francis Brown juga menterjemahkan kata “bersetubuh” dengan “melakukan hubungan seksual” dalah dosa Brown 1907. Gordon Fee mendaftarkan syarat-syarat untuk teks teks Alkitab yang harus dipandang sebagai masalah budaya atau sebagai sebuah prinsip yang kekal, salah satunya adalah masalah moral adalah hal prinsip yang berlaku sepanjang waktu. Selain itu, jumlah kata te‟obah yang seringkali muncul, yaitu empat puluh tiga kali dalam Kitab Yehezkiel dan enam puluh delapan kali dalam seluruh Kitab Perjanjian Lama sangat berkaitan erat dengan dosa-dosa yang teramat berat Gagnon 2001117–20. LGBT dalam Pandangan Paulus Roma 127 berbunyi “Demikian juga suami-suami meninggalkan persetubuhan yang wajar dengan isteri mereka dan menyala-nyala dalam berahi mereka seorang terhadap yang lain, sehingga mereka melakukan kemesuman, laki-laki dengan laki-laki, dan karena itu mereka menerima dalam diri mereka balasan yang setimpal untuk kesesatan mereka.” Pemikiran Paulus bermula dari ayat 18 tentang murka Allah terhadap kefasikan manusia. Paulus melanjutkan bahwa kefasikan itu menyebabkan mereka menggantikan Allah dengan gambaran lain alias penyembahan berhala. Kekacauan dalam orientasi hidup menyebabkan kekacauan dalam orientasi perilaku seksual mereka ayat 24-28 dan selanjutnya kekacauan dalam hubungan sosial mereka, yang berakhir dengan pembunuhan 29-31. Dosa penyembahan berhala dapat menyebabkan dosa homoseksualitas. Jadi Paulus tidak semata-mata mengutuk penyembahan berhala, tetapi juga homoseksualitas dan dosa terhadap sesama. Perilaku homoseksual pada hakekatnya adalah dosa, bukan karena siapa yang melakukannya atau apa yang menjadi motivasinya, melainkan karena tindakan tersebut dapat Christian Bayu Prakoso, Aji Suseno, Yonatan Alex Arifianto Jurnal Teologi JUTEOLOG Vol. 1 No. 1, December 2020 menjadi penggantian yang menindas kebenaran dan berlawanan dengan rancangan Allah yang baik Deyoung 2015 Frasa “yang tak wajar” yang berlawanan dengan nature menggunakan bahasa Yunani para physin yang secara umum dikenakan untuk bentuk-bentuk penyimpangan seksual. Bahkan Kebobrokan moralitas seksual dari kehidupan jemaat Korintus yang amoralitas dan sembarang, masih terjadi sampai era postmodern ini, seperti pelacuran, inses hubungan seksual dengan saudara kandung, dan homoseksual Tampenawas 2020. Larangan Paulus dalam 1 Korintus 69 “Atau tidak tahukah kamu, bahwa orang-orang yang tidak adil tidak akan mendapat bagian dalam Kerajaan Allah? Janganlah sesat! Orang cabul, penyembah berhala, orang berzinah, banci malakoi, orang pemburit ἀρζενοκοῖηαι ITB. Hays, sebagaimana dikutip oleh Ben Wittherington III, mengatakan bahwa memang benar kata “malakoi” banci digunakan kepada pasangan laki laki muda dalam konteks pelacuran homoseksual I 1995166 Namun, adalah salah jika berdasarkan ayat ini, seseorang menilai bahwa Paulus hanya mengutuk homoseksual dalam konteks pelacuran saja kepada yang lebih muda. Dalam Roma 126-28 membuktikan dengan jelas bahwa Paulus mengutuk hubungan wanita dengan wanita. Artinya, Paulus mengutuk segala jenis homoseksual di dalam semua suratnya. Guenther Haas mengakui bahwa budaya homoseksual demikian memang tren masa Paulus. Paulus juga menyebutkan adanya homoseksual jenis lain yaitu antar wanita di ayat 25. Jadi sebenarnya Paulus memaksudkan homoseksual bukan hanya secara khusus menunjuk pada laki dewasa dengan lelaki lebih muda, tetapi homoseksual secara umum, khususnya di Roma 125- 20. Kemudian, di samping itu dalam ayat I Timotius 110 bagi orang cabul dan pemburit bagi penculik, bagi pendusta, bagi orang makan sumpah dan seterusnya segala sesuatu yang bertentangan dengan ajaran sehat ITB. Kata pemburit ἀρζενοκοίηαι kata dasar andrapodistes mengandung makna “orang yang berbohong dengan laki-laki seperti dengan perempuan, sodomi, homoseksual. Paulus juga menggunakan kata ἀρζενοκοῖηαι yang hampir sama dengan Imamat 1822 dan 203 Haas 2000. Perbandingan antara 1 Kor 69 dan 1 Tim 110 I Kor. 69; μὴ πλανᾶζθε οὔηε πόρνοι οὔηε εἰδλολάηραι οὔηε μοιχοὶ οὔηε μαλακοὶ οὔηε ἀρζενοκοῖηαι BGT I Tim. 110 πόρνοι ἀρζενοκοίηαι ἀνδραποδιζηαῖ ψεύζηαι ἐπιόρκοι, καὶ εἴ ηι ἕηερον ηῇ ὑγιαινούζῃ διδαζκαλίᾳ ἀνηίκειηαι BGT Christian Bayu Prakoso, Aji Suseno, Yonatan Alex Arifianto Jurnal Teologi JUTEOLOG Vol. 1 No. 1, December 2020 Jadi Paulus mengutuk semua jenis homoseksual. Kesamaan kata yang dipakai Paulus dengan Imamat menunjukkan Paulus memaksudkan homoseksual secara umum sebagaimana makna itu terdapat dalam Imamat juga. Dari uraian di atas, dapat ditarik kesimpulan bahwa ayat-ayat Alkitab dengan jelas menyatakan bahwa homoseksualitas merupakan suatu kekejian di mata Allah. Sebagai anak-anak Allah kita hendaknya menolak dan terus memagari gereja kita dengan pengajaran yang tepat dan benar sesuai dengan alkitab. Baik Perjanjian Lama ataupun Perjanjian Baru mengatakan pandangan yang sama bahwa homoseksual tidaklah berkenan di mata Allah. Dari ulasan di atas, kondisi konteks saat itu menjadi sangat penting untuk memahami teks Alkitab. Teks tidak dapat dipisahkan dari yang namanya konteks. Karena konteks akan selalu mengikuti arti sebuah teks. Artinya untuk menjawab tantangan persoalan yang ada, hendaknya kembali diuji oleh Alkitab itu sendiri. Implikasi terhadap Paradigma Etika Kristen Etika adalah suatu ilmu yang mendalami tentang baik buruk dalam pemikiran, perkataan, dan perbuatan manusia atau secara sederhana yaitu ilmu tentang perilaku manusia Borrong 2006. Adapun masalah-masalah yang dibahas dalam teori etika lebih mengarah kepada hal praktis yang bersentuhan dengan kehidupan sehari-hari Geisler and Feinberg 200224. Sedangkan etika Kristen bertitik tolak dari presuposisi-presuposis tentang Allah, serta memandang moral bersumber dari kepercayaan terhadap etika Kristen adalah sebuah pemikiran dan tindakan yang melandaskan seluruh praktek moralnya dari Alkitab. Dari pemaparan di atas, masalah LGBT bukanlah masalah yang kecil,melainkan masalah yang serius. Gereja tidak dapat menutup mata dan hanya berbicara tentang doktrin tanpa mendarat kepada kehidupan praktikal yang berkembang saat ini. Sikap-sikap yang hendaknya diambil oleh gereja sebagai tubuh Kritus dalam hal menyikapi dosa LGBT yaitu sebagai berikut Mengasihi Pribadinya Kaum LGBT merasakan kecemasan yang mendalam oleh karena stigma negatif dari masyarakat Rakhmahappin and Prabowo 2014. Kondisi lain yang dihadapi oleh kaum LGBT adalah terjadinya ketidakseimbangan konsep diri atau memiliki konsep diri yang negative Azizah 2013. Oleh sebab itu, Gereja hendaknya tidak melakukan penolakan terhadap pribadi “orangnya”, melainkan menerima orang-orang tersebut dalam rangka Christian Bayu Prakoso, Aji Suseno, Yonatan Alex Arifianto Jurnal Teologi JUTEOLOG Vol. 1 No. 1, December 2020 membimbing dan membawanya kepada kebenaran berdasarkan Alkitab. Meskipun Alkitab mengatakan bahwa LGBT merupakan kekejian dan sesuatu yang negatif, gereja harus mampu menjadi agen yang dapat membawanya kembali ke jalan yang benar. Dengan lebih spesifik dapat dikatakan bahwa gereja harus menolak segala bentuk tindakan diskriminasi dan kekerasan terhadap kaum LGBT Meyer 2012849. Segala tindakan homophobia, lesbophobia, biphobia maupun transphobia harus dihindari oleh gereja. Gereja harus menyadari tugas dari eksistensinya yakni ada untuk manusia yang sesat, tidak peduli bagaimanapun keadaannya, termasuk bagaimana orientrasi seksual mereka Jatmiko 2016. Namun, gereja tidak dapat mentolerir dosa yang hal ini, gereja harus berdiri di atas garis yang tegas bahwa dosa LGBT adalah kekejian di mata tersebut penting ditekankan kepada jemaat yang mengalami dosa LGBT. Melakukan Pembinaan Iman “Karena itu, saudara-saudara, demi kemurahan Allah aku menasihatkan kamu, supaya kamu mempersembahkan tubuhmu sebagai persembahan yang hidup , yang kudus dan yang berkenan kepada Allah itu adalah ibadahmu yang sejati. Janganlah kamu menjadi serupa dengan dunia ini, tetapi berubahlah oleh pembaharuan budimu, sehingga kamu dapat membedakan manakah kehendak Allah apa yang baik, yang berkenan kepada Allah dan yang sempurna.” Roma 121-2.Melalui ayat di atas, gereja harus percaya bahwa terdapat kesempatan untuk setiap orang bertobat dan mengasihi sebab itu gereja perlu melakukan serangkaian pembinaan iman yang terstruktur mulai dari penggalian permasalahan hingga sampai pendalaman Alkitab. Solusi untuk jemaat yang mengalami dosa adalah bertobat dan membangun komitmen yang kuat di hadapan Allah Purba 2016. Bertobat adalah langkah awal sekaligus bentuk penyadaran kepada yang bersangkutan bahwa apa yang dilakukannya adalah dosa. Ada dua unsur yang terkandung dalam pertobatan, yaitu dari Allah II dan respon manusia. Dari sisi Allah, Ia menghendaki semua manusia bertobat. Kis. 531,32 ; 1118. Melalui anugrahNya, Allah memberikan kepada manusia kesempatan untuk bersekutu denganNya, sehingga ia dapat bertobat. Dari sisi respon manusia, ia harus mengetahui dan menyadari keadaannya sendiri yang telah berdosa serta akibat dari dosa. Orang yang mengalami dosa LGBT adalah orang yang tidak sempurna dalam menyadari anugerah keselamatan yang Allah berikan melalui Yesus Kristus. Atau sebaliknya, kaum LGBT merasa anugerah yang diberikan Allah secara cuma-cuma tidak mengandung Christian Bayu Prakoso, Aji Suseno, Yonatan Alex Arifianto Jurnal Teologi JUTEOLOG Vol. 1 No. 1, December 2020 sebuah 226 “iman tanpa perbuatan-perbuatan adalah mati.”Hal ini tidak berarti Allah menuntut angka kekudusan tertentu agar kita diselamatkan, melainkan seseorang dibenarkan hanya oleh karena iman melalui anugerah dalam Kristus Yesus pasti membuat manusia Allah bukanlah anugerah yang murahan. Bonhoeffer berkata, anugerah murahan adalah pemberitaan pengampunan tanpa menuntut pertobatan, baptisan tanpa disiplin gereja, Perjamuan Kudus tanpa pengakuan dosa, pengakuan dosa tanpa pengakuan dosa pribadi Bohoeffer 196947. Di sisi lain, kerja sama antara gereja dan keluarga juga harus berjalan beriringan. Gereja akan mengalami kesulitan juga orang-orang terdekat yaitu keluarga tidak mendukung pembinaan iman. Amsal 226 “Didiklah orang muda menurut jalan yang patut baginya, maka pada masa tuanyapun ia tidak akan menyimpang dari pada jalan itu.”Orang tua perlu memperhatikan tugas dan tanggung jawab untuk mendidik anak ke jalan yang benar, yaitu seturu dengan Firman Tuhan. Orang tua hendaknya tidak bersikap kasar penuh amarah, melainkan penuh dengan kasih membawa anak untuk menaati Firman Tuhan Efs. 64 sebab sejatinya pengajaran yang diberikan berdasarkan fondasi Alkitab akan memberikan pengharapan kepada manusia untuk bangkit dan melawan segala hal yang akan melemahkan iman mereka Arifianto 2020. Terlebih menuntun mereka dengan membawa pada penganalan akan Roh Kudus sebab orang yang dipimpin Roh Kudus akan mengalami pertumbuhan rohani, sehingga ia hidup sesuai dengan kebenaran Allah dan hidupnya menjadi saksiArifianto and sumiwi Rachmani 2020. Mengupayakan Tindakan Preventif Dalam rangka upaya pencegahan, gereja hendaknya melakukan pemuridan terhadap anggota-anggotanya terkhusus para pemuda akan kebenaran Alkitab tentang LGBT. Gereja harus menyatakan dengan tegas bahwa LGBT adalah suatu dosa dan kekejian di mata Allah. Selain dalam bidang rohani, tindakan LGBT juga mampu berpotensi mendatangkan resiko penyakit menular seksual PMS. Homoseksual, khususnya gay memiliki resiko yang tinggi untuk terjangkit HIV/AIDS Laksana and Lestari 2010. Oleh sebab itu Gereja harus mulai memperhatikan dengan penuh kasih kehidupan para pemuda dan pemudinya. Melalui persekutuan pemuda, komunitas sel, komunitas bermain, gereja harus mendampingi pemuda-pemudinya dalam tuntunan Alkitab yang benar. Gereja dapat memunculkan topik-topik yang menarik khususnya terhadap pendidikan seks kepada pemuda-pemudinya yang tidak hanya ditinjau secara teologis, melainkan juga secara kesehatan atau medis. Seksual jangan menjadi Christian Bayu Prakoso, Aji Suseno, Yonatan Alex Arifianto Jurnal Teologi JUTEOLOG Vol. 1 No. 1, December 2020 hal tabu yang haram untuk disentuh, namun sebaliknya dipelajari dan digunakan dalam kehendak Allah yang benar. REKOMENDASI PENGEMBANGAN PENELITIAN Penulis berharap hasil penelitian ini dapat bermanfaat bagi gereja, lembaga pendidikan dan terlebih kepada saran atau kritik dapat diberikan kepada penulis oleh semua pembaca agar dikesempatan selanjutnya penulis dapat lebih lagi dalam mengembangkan kemampuan yang telah diberikan oleh ini masih dapat dikembangkan dengan melihat relevansi penelitian, dengan fakta-fakta di tahun-tahun selanjutnya, oleh orang-orang yang mau menguji atau penulis juga berharap kiranya penelitian ini dapat menjadi referensi dari penulis-penulis berikutnya yang sedang menulis tentang topik-topik seputar pembahasan yang ada pada artikel ini. KESIMPULAN LGBT adalah dosa di mata penggalian Firman Tuhan yang dilakukan, terdapat beberapa ayat yang secara jelas membuktikan bahwa Allah tidak menghendaki dalam Perjanjian Lama maupun Perjanjian Baru, Alkitab tetap teguh mengecam tindakan demikian, gereja hendaknya tetap hadir dan menyatakan kasih Allah kepada beberapa tindakan yang harus dilakukan oleh gereja adalah mengasihi pribadinya, melakukan pembinaan iman, dan mengupayakan tindakan preventif. Sebagai orang percaya, skeptis terhadap fenomena LGBT bukanlah tindakan yang fenomena ini bagaikan bom waktu yang siap meledak sewaktu-waktu. Masa depan dunia ini akan dilanjutkan oleh generasi penerus yang harus dididik dengan kebenaran Firman Tuhan secara tegas dan mengimplementasikannya dengan penuh kasih dan kelembutan. Firman Tuhan sungguh mulia dan perlu diterapkan dengan sangat baik oleh seluruh orang yang mengaku murid Kristus. Christian Bayu Prakoso, Aji Suseno, Yonatan Alex Arifianto Jurnal Teologi JUTEOLOG Vol. 1 No. 1, December 2020 BIODATA Christian Bayu Prakoso adalah Mahasiswa STBI Semarang, yang banyak membahas tentang etika dalam adalah seorang mahasiswa yang rajin , sehingga kerajinanya dan ketekunan nya dalam mengali ilmu baru bisa di lihat dalam penelitiannya yang sudah di terbitkan. Christian Bayu Prakoso Surel christianbayu Aji Suseno adalah seorang yang banyak menulis artikel teologi, Misiologi dan kepemimpinan Kristen. Dia adalah penulis yang merupakan bagian dari STBI sudah banya yang di terbitkan dan bisa dijadikan bahan referensi dalam menulis buku atau artikel lainya. Aji Suseno Surel ajisuseno Yonatan Alex Arifianto Penulis aktif artikel tentang teologi dan misiologi bagi kekeristenan. Yonatan Alex Arifian sudah aktif menulis sejak tahun 2016 sampai dengan sekarang. Dia adalah seorang yang gigih dan tekun , sehingga kegiihan dan ketekunanya bisa ia nikmati hasilnya sekarang. Sudah ada puluhan jurnal yang diterbitkan. Yonatan Alex Arifianto Surel Christian Bayu Prakoso, Aji Suseno, Yonatan Alex Arifianto Jurnal Teologi JUTEOLOG Vol. 1 No. 1, December 2020 DAFTAR PUSTAKA Abineno, J. L. ch. 2011. Buku Katekisasi Sidi Nikah Peneguhan Dan Pemberkatanya. Jakarta BPK Gunung Mulia. Anon. Pengakuan Iman Westminster Surabaya Momentum. Arifianto, Yonatan Alex. 2020. “Pentingnya Pendidikan Kristen Dalam Membangun Kerohanian Keluarga Di Masa Pandemi Covid-19.” REGULA FIDEI Jurnal Pendidikan Agama Kristen 5294–106. Arifianto, Yonatan Alex, and Asih sumiwi Rachmani. 2020. “Peran Roh Kudus Dalam Menuntun Orang Percaya Kepada Seluruh Kebenaran Berdasarkan Yohanes 16 13.” Jurnal Diegesis 311–12. Azizah, Sari Nur. 2013. “Konsep Diri Homoseksual Di Kalangan Mahasiswa Di Kota Semarang Studi Kasus Mahasiswa Homoseksual Di Kawasan Simpang Lima Semarang.” Journal of Non Formal Education and Community Empowerment 2 Nomor 2. Bohoeffer, Dietrich. 1969. The Cost of Discipleship. New York Macmillan. Borrong, Robert P. 2006. Etika Seksual Kontenporer. Bandung INK Media. Brown, Francis. 1907. The Brown-Driver-Briggs Hebrew and English Lexicon, Edisi Elektronik. Oxford Clarendon. Deyoung, Kevin. 2015. Apa Yang Sebenanrnya Alkitab Ajarkan Mengenai Homoseksualitas ? Surabaya Momentum. Eveline, Sjanette. 2019. “Transgender Dalam Perspektif Teologis Alkitabiah.” Kaluteros 1 Nomor 1Teologi dan Pendidikan Agama Kristen. Faizal, Achmad. 2018. “„Pesta Seks Sesama Jenis, 3 Pria Digrebek Polisi Di Surabaya.‟” Feinberg, John S., and Paul D. Feinberg. 2010. Ethics for a Brave New World, Ed. Ke-2. Wheaton Crossway. Frame, John M. 2008. The Doctrine of The Christian Life. Phillipsburg P&R. Christian Bayu Prakoso, Aji Suseno, Yonatan Alex Arifianto Jurnal Teologi JUTEOLOG Vol. 1 No. 1, December 2020 Gagnon, A. J. 2001. The Bible and Homosexual Practice Texts and Hermeneutics. Nashville, TN Abingdon. Geisler, Norman L., and Paul D. Feinberg. 2002. Filsafat Dari Prespektif Kristiani. Malang Gandum Mas. Haas, Guenther. “„Hermeneutical Issues In The Use Of The Bible To Justify The Acceptance Of Homosexual Practice.‟” Global Journal of Classical Theology 1. Halim, Suzanna Hilaria. 2017. “Homoseksualitas Masa Kini Suatu Tinjauan Menurut Etika Kristen.” Veritas Jurnal Teologi Dan Pelayanan. Jatmiko, Bakhoh. 2016. “Hakekat Seksualitas Manusia Perspektif Gereja Kristen Nazarene Di Abad 21 Terhadap Praktek LGBT.” Teologi Sanctum Domine 4 Nomor 1Teologi. Koagouw, Miechell Octovy. 2019. “Dunia Geger, Taiwan Negara Asia Pertama Legalkan Pernikahan Sejenis.” Laksana, Agung Saprasetya Dwi, and Diyah Woro Dwi Lestari. 2010. “Fktor-Faktor Risiko Penularan HIV/AIDS Pada Laki-Laki Dengan Orientasi Seks Heteroseksual Dan Homoseksual Di Purwokerto.” Mandala of Health 4 Nomor 2. Lase, Pieter. 2014. Katekisasi Umum Menyimbar Tabir Kebenaran. Malang Gandum Mas. Meyer, Doug. 2012. “An Intersectional Analysis of Lesbian, Gay, Bisexual, and Transgender LGBT People‟s Evaluations of Anti-Queer Violence”. 849– 873.” SAGE JOURNALS 6Gender & Society. PGI. 2016. “Pernyataan Sikap PGI Tentang LGBT.” Purba, Asmat. 2016. “Tinjauan Teologis Terhadap Fenomena Penyimpangan Seksual Lesbian, Gay, Biseksual Dan TransgenderLGBT.” Jurnal TEDC 10 Nomor 2Ilmiah Berkala. Purnama, I. Wayan, and Simon Alexander Tarigan. 2011. “Tinjauan Etika Kristen Terhadap Operasi Transeksual.” Jurnal Jaffray. Rakhmahappin, Yogestri, and Adhyatman Prabowo. 2014. “Kecemasan Sosial Kaum Homoseksual Gay Dan Lesbian.” Ilmiah Psikologi Terapan 2 Nomor 2. Christian Bayu Prakoso, Aji Suseno, Yonatan Alex Arifianto Jurnal Teologi JUTEOLOG Vol. 1 No. 1, December 2020 Richards, Larry. 1986. Berpacaran Sampai Di Mana Batasnya. Jakarta BPK Gunung Mulia. Spencer, Colin. 2011. Sejarah Homoseksualitas Dari Zaman Kuno Hingga Sekarang, Diterj Oleh Ninik Rochani Sjams, Cetakan Ke-2. Bantul Kreasi Wacana. Subekti, Helen Diana, Endah Triwijati, and Teguh Wijaya Mulya. 2020. “Penerimaan Dan Penolakan Homoseksual Berbasis Pengalaman Pribadi Teologi Kekristenan Dari Sisi Pendetaan Agama Kristen.” KELUWIH Jurnal Sosial Dan Humaniora. Tampenawas, Alfons. 2020. “Problematika Moralitas Seksual Postmodern Menurut Perspektif 1 Korintus 612-20.” PASCA Jurnal Teologi Dan Pendidikan Agama Kristen. Tolanda, Yofsan. 2011. “Tinjauan Etika Kristen Terhadap Homoseksualitas.” Jurnal Jaffray 9 Tolanda, Yofsan, and Daniel Ronda. 2011. “Tinjauan Etika Kristen Terhadap Homoseksualitas.” Jurnal Jaffray. Tu‟u, Tulus. 1998. Etika Dan Pendidikan Seksual. Bandung Kalam Hidup. USAID-UNDP. 2014. Hidup Sebagai LGBT Di Asia Laporan Nasional Indonesia. Jakarta USAID-UNDP. Witherington, Ben. 1995. Conflict and Community in Corinth A Socio-Rethorical Commentary on I and II Corinthians. Grand Rapids Eerdmans Publisihing Company. WSJ, Reuters. 2015. “„Mahkamah Agung Amerika Legalkan Pernikahan Sesama Jenis,.‟” KOMPAS. Zaluchu, Sonny Eli. 2020. “Strategi Penelitian Kualitatif Dan Kuantitatif Di Dalam Penelitian Agama.” Evangelikal Jurnal Teologi Injili Dan Pembinaan Warga Jemaat 4128–38. Meilani MeilaniMariajina Soares Andreas FernandoIn today's era, in facing the influence of globalization on remaining delinquency or promiscuity, Christian education in counteracting the culture of promiscuity in adolescents is very influential. the solution to the problem of promiscuity among adolescents by departing from sociological analysis. This paper uses a descriptive qualitative method with a literature study approach by searching for data and information from the Bible. journal books. trusted news articles and articles related to sociological culture in Indonesia from the point of view of Christian education and articles related to the culture of promiscuity among teenagers. The result is that Christian religious education, in its process and function towards social and cultural change, especially among Indonesian teenagers, plays a role in teaching students to build a culture of holy living reflecting on the behavior of the characterof Christ as the right means to counteract the entry and embedding of a culture of promiscuity among the nation’s next generation. AbstrakPada zaman ini, budaya pergaulan bebas semakin merebak luas di kalangan remaja Indonesia, maka Pendidikan agama Kristen harus segera mengambil langkah dalam menangkal budaya pergaulan bebas tersebut sehingga tidak semakin berkembang dan menjadi gaya hidup generasi muda di Indonesia yang kelak akan menjadi generasi penerus bangsa ini. Tujuan dari penulisan ini adalah untuk mengupayakan solusi dari permasalahan pergaulan bebas di kalangan remaja dengan berangkat dari mengkaji Pendidikan agama Kristen secara sosiologis. Tulisan ini menggunakan metode kualitatif deskriptif dengan pendekatan studi pustaka dengan mencari data dan informasi dari alkitab, buku-buku,jurnal, berita tulis terpercaya dan artikel yang berhubungan dengan sosiologis budaya di Indonesia dalam sudut pandang Pendidikan Kristen serta tulisan yang berkenaan dengan budaya pergaulan bebas di kalangan remaja. Hasil dari penelitian ini adalah Pendidikan agama Kristen dalam proses dan fungsinya terhadap perubahan sosial dan kultural khususnya di kalangan remaja Indonesia berperan untuk mengajarkan peserta didik membangun budaya hidup kudus bercermin dari perilaku karakter Kristus sebagai sarana yang tepat untuk menangkal masuk dan tertanamnya budaya pergaulan bebas di kalangan generasi muda penerus Hanum Muhammad SabriThis study aims to contextualize the values of Pancasila and Hadith in responding to the phenomenon of LGBT Lesbian, Gay, Bisexual, and Transgender as a human unnaturalness. This article also seeks to reveal how the fundamental differences between Pancasila and Hadith in responding to LGBT as well as our attitude towards LGBT people in the current context. This research is a library research with data analysis techniques using content analysis. The data analysis technique in this research is done by collecting all materials related to LGBT through Google Scholar both in the perspective of Pancasila and Hadith. Then conducted a literature review of the content in depth. The findings are Pancasila and Hadith have the same perspective that LGBT cannot be legalized. Pancasila and Hadith limit freedom of expression and not unlimited freedom. Our attitude towards LGBT people in the context of today is to embrace, rehabilitate, and provide education, not to judge, discriminate, and segregate them. Abstrak Kajian ini bertujuan melakukan kontektualisasi nilai-nilai Pancasila dan Hadis dalam merespon fenomena LGBT Lesbian, Gay, Bisexual, dan Transgender sebagai sebuah ketidakwajaran manusia. Artikel ini juga berupaya mengungkapkan bagaimana perbedaan mendasar antara Pancasila dan Hadis dalam merespon LGBT serta sikap kita terhadap kaum LGBT pada konteks kekinian. penelitian ini adalah penelitian kepustakaan dengan teknik analisis data menggunakan analisis isi. Adapun teknik analisis data dalam penelitian ini dilakukan dengan mengumpulkan seluruh bahan yang berkaitan dengan LGBT melalui Google Scholar baik dalam perspektif Pancasila maupun Hadis. Kemudian dilakukan telaah kepustakaan terhadap isi secara mendalam. Hasil temuan yakni Pancasila dan HadisKatrina So'langiFibry Jati NugohoYusup Rogo YuonoDaryanto DaryantoThis research discusses Lesbian Gay Bisexual Transgender and pastoral services carried out by the church in helping people to know God's Love. In this study, the author examines pastoral care to deal with lesbian gay bisexual transgender in the Jemaat Kristen Indonesia Oikos Pelangi Kasih church. With descriptive qualitative research method using literature review and field data. Perform well the function guiding, supporting function, healing function, restoring function and maintenance function will really help the lesbian gay bisexual transgender people to experience recovery and know the truth of God’s word. AbstrakPenelitian ini membahas seputar Lesbian, Gay, Bisex, Transgender dan pelayanan pastoral yang dilakukan oleh gereja dalam menolong orang-orang untuk mengalami kasih Tuhan. Pada pene-litian ini, penulis meneliti tentang pelayanan pastoral untuk menangani kaum lesbian, gay, bisex, transgender di Gereja Jemaat Kristen Indonesia Oikos Pelangi Kasih. Dengan metode penelitian kualitatif deskriptif menggunakan kajian pustaka dan data lapangan. Melakukan dengan baik fungsi membimbing, fungsi menopang, fungsi menyembuhkan, fungsi memulikan dan fungsi memelihara akan sangat membantu kaum lesbian gay bisex dan transgender untuk mengalami pemulihan dan mengenalkan kebenaran firman TuhanYulianus BaniPurwisasi YuliAs social beings, women need affection, love and attention. Lesbians are a serious problem in some workplaces where employees have to live in dormitories. The dormitories filled by most women in Batam are inseparable from lesbian behavior. Deviations in the sexual behavior of lesbian women also occur to Christian women. This research uses a literature study with a descriptive qualitative approach to obtain data. Data were obtained using sources such as books and journal articles. First, the discussion and results of this study, the researcher suggests about the basis of pastoral care for deviations in the sexual behavior of lesbian women. The biblical basis is the standard for knowing the truth about sex. Second, an understanding of the purpose of pastoral care for deviant lesbian sex behavior for Christians today. The purpose of pastoral care against lesbian sexual deviation is based on God's love. Third, in collecting data, the authors used open interviews for 6 lesbian women. Finally, the results of this study will conclude that Christians must have strategies that are adapted to the times in serving deviant lesbian sex behavior. Abstrak Sebagai makhluk sosial wanita membutuhkan kasih sayang, cinta dan perhatian. Lesbian menjadi masalah serius di beberapa tempat kerja yang menerapkan karyawan harus tinggal di dormitori. Dormitori yang diisi oleh sebagian besar wanita di Batam tidak terlepas dari perilaku lesbian. Penyimpangan perilaku seks wanita lesbian juga terjadi kepada wanita-wanita Kristen. Dalam penelitian ini menggunakan studi literatur dengan pendekatan kualitatif deskriptif untuk memperoleh data. Data diperoleh dengan menggunakan sumber-sumber seperti buku dan artikel jurnal. Pembahasan dan hasil penelitian ini pertama, peneliti mengemukakan tentang dasar pelayanan pastoral terhadap penyimpangan perilaku seks wanita lesbian. Dasar yang alkitabiah menjadi standar untuk mengetahui kebenaran tentang hubungan seks. Kedua, pemahaman tentang tujuan pelayanan pastoral terhadap penyimpangan perilaku seks lesbian bagi orang Kristen masa kini. Tujuan pelayanan pastoral terhadap penyimpangan perilaku seks lesbian didasarkan kepada kasih Allah. Ketiga, dalam mengumpulkan data, penulis menggunakan wawancara terbuka bagi 6 orang wanita lesbian. Terakhir hasil penelitian ini akan menyimpulkan bahwa orang Kristen harus memiliki strategi yang disesuaikan dengan perkembangan zaman dalam melayani penyimpangan perilaku seks I Totok Dwikoryanto Muner DalimanHana SupartiPaulus Sentot PurwokoA growing church is a church that prioritizes the ministry of children, because children are the next generation of the church. However, there are indications that there are still churches that do not view children's services as important and make them a priority for programs, funding, facilities and infrastructure. Service priority is more for adult services, compared to child services. This indicates that the church does not understand Holistic Ministry based on the Synoptic Gospels. Children's ministry is a very important service and requires adequate human resources support, both in terms of quantity and quality. In fact, there are indications that the Church still suffers from a lack of quality human resources, both in terms of calling and quality in carrying out child services, weak basic vocations, PPA human resources do not understand the development of the current situation so that the approach to fostering children is not appropriate. From the various problems that the researcher described above, the researcher believes that apart from these problems, the background factors of PPA children aged 14-19 years have a role in the implementation of Child Holistic Services based on the Synoptic Gospels. These backgrounds include educational age background, economy, ethnicity, and length of time participating in PPA. For this reason, the researcher wrote a dissertation entitled "Explanatory and Confirmatory Holistic Services based on the Synoptic Gospels among PPA Children aged 14-19 years in the Solo Cluster" to obtain empirical data from these problems and produce implications and suggestions for the development of PPA in the Solo MayastutiFanni MargaretaThis article will discusses the current phenomenon in the world, namely the Covid 19 pandemic, where we are faced with a condition where there is fear and worry about the future. Meanwhile, God’s church should be able to show its existence as God’s redeemed people and ther is no need to be afraid of anything in front of it even thoug it is purpose of this article is to present a bliblical study of Passover celebration which is a journey of the Israelities out of the land of Egypt which has theologial implications regarding the resurrection and the death of the Lord Jesus Christ. This method used is historical anlysis of the Exodus text using an exposition approach and conduct an analysis with regard to context literary Passover event is an event which is an initiative from God to deliver the Israelities from Egypt. The conclusion that finding in this discussion is the momentum of the Easter celebration during the Covid 19 pandemic will increase the unity of heart and faith in the context of the church in SaogoThe Lesbian, Gay, Bisexual, and Transgender LGBT in the past was something deviant, but nowadays it has become a trend that is even considered natural by many people. This of course has a sociological impact. There is a view that says that the behavior of LGBT people is a biological natural behavior, so it needs to be accepted as something that cannot be changed. Some theories agree that LGBT behavior is influenced by environmental, parenting, and economic factors so that there are pros and cons for LGBT people. This study aims to see the sociological influence of the LGBT community by using a literature review. The results of the study show that LGBT is contrary to the truth of God's creation, namely the clear separation of sex, namely male and female. Also, this is contrary to the design of marriage that God built, namely heterosexuality and monogamy. Yonatan Alex ArifiantoAsih Rachmani Endang SumiwiChristian faith recognizes the existence of the Holy Spirit as the divine person promised by Jesus. But not all Christians experience the involvement of the Holy Spirit in their lives. Whereas a person who is led by the Holy Spirit will experience spiritual growth, so that he lives according to God's truth and his life bears witness. This study aims to answer the question, what is the role of the Holy Spirit in the lives of believers in leading to all truth? This research is a library research using descriptive analysis method, with the Bible as the main source and support of reliable literature. The conclusion of this research is, first, the Holy Spirit makes the person he leads free from sin and intimidation from the evil one. Second, the Holy Spirit gives wisdom and understanding to know Jesus and live it at every step of the life journey. Third, the Holy Spirit leads to the whole truth of God, so that the person he guides avoids Hilaria HalimHomoseksualitas kini tidak lagi hanya dipahami sebagai bentuk perilaku melainkan sebagai suatu bentuk orientasi seksual yang muncul di luar kehendak manusia. Implikasinya, homoseksual dianggap sebagai suatu hal yang wajar dan tidak berdosa. Evaluasi terhadap konsep ini dijelaskan dari sudut pandang biblika dan teologis untuk memberikan jawaban terhadap pertanyaan yang sulit mengenai keberdosaan homoseksual. Kata-kata kunci Homoseksual, Perilaku, Orientasi, Tanggung Jawab, Dosa English Homosexuality, in this day and age, is not understood as a kind of behavior, but as a sexual orientation that emerges out of human identity and is beyond human will. As a result, people consider homosexuality to be a normal lifestyle and do not perceive of it as sinful behaviour. Evaluations, garnered from both biblical and theological perspectives, are examined to answer the complicated questions related to this topic and conclude that homosexuality is sin. Keywords Homosexuality, Behavior, Orientation, Responsibility, Sin Bakhoh JatmikoCivilization and social structure have dramatically changed in these last several decades. Exponential development of globalization and the growth of technology of communication have transformed values, views and cultures of human civilization nowadays. These are the symptoms of world web wide era; where the local issues can be global discussion in minutes. In one hand, the Church of God should be sensitive to the age changes, does some adaptations and changes to be relevant. In the other hand, the Church of God should not be conformed to this world. Church of the Nazarene as one of the Christian Church denominations in the world is demanded to take the stance to deal with the changes that are happened today especially in LGBT Lesbian, Gay, Bisexual and Transgender MeyerThe author uses an intersectionality framework to examine how lesbian, gay, bisexual, and transcender LGBT people evaluate the severity of their violent experiences. Previous research focusing on the severity of anti-LGBT violence has given relatively little attention to race, class, and gender as systems of power. In contrast, results from this study, based on 47 semi-structured, in-depth interviews, reveal that Black and Latino/Latina respondents often perceived anti-queer violence as implying that they had negatively represented their racial communities, whereas white respondents typically overlooked the racialized implications of their violent experiences. Furthermore, while lesbians of color emphasized their autonomy and self-sufficiency to challenge this discourse, Black and Latino gay men underscored their emotional and physical strength to undermine perceptions that they were weak for identifying as gay. Results also indicate that LGBT people experience forms of anti-queer violence in different ways depending on their social position, as Black lesbians faced discourse that neither white lesbians nor Black gay men were likely to confront. Thus, these findings suggest that topics primarily associated with homophobia should be examined through an intersectional lens.